Ashley, The White Winged Demon chapter 3


            Suara gemuruh kilat membangunkanku di tengah malam. Aku terdiam sejenak menatap sekeliling. Aku langsung menoleh saat tangan ku seperti ada yang memeluknya.

“Ada apa, babe?”

            Aku tersenyum dan menggeleng pelan. Teringat kejadian semalam saat aku bertemu dengan wanita ini, Jen namanya. Perlahan aku dekati wajahnya, aku menatapnya perlahan menyingkirkan rambut di telinganya. Aku mencium lehernya lalu menggigitnya. Seketika kedua bola mata ku langsung berubah menjadi berwarna merah menyala.

            Seorang pria berjas hitam yang ku kenali tiba – tiba saja masuk ke kamar. Ia terlihat tak jijik sama sekali melihat aku menghisap darah wanita yang ada di depanku tanpa ada sehelai benang pun di badannya.

“Tuan Clyde, besok anak perempuan itu sudah tiba di kota.”

            Aku tersenyum licik sambil memegangi tubuh Jen yang mulai terkulai lemas karena aku menghisap darahnya terlalu banyak. Aku mengelap sisa darah yang masih menempel di ujung mulut ku.

“Apa anda yakin wanita itu yang tuan cari?”

            Aku melirik ke arah Darton. Dapat ku lihat sekilas ia sedikit tersentak saat melihat warna kedua bola mataku dan aroma darah yang mengalir dari leher Jen. Darton yang seperti sudah mengerti langsung membungkuk sambil melirik Jen yang masih terkulai lemas. Aku yang menyadari lirikan Darton tersenyum dan melempar tubuh Jen pada Darton. Darton menangkap Jen dengan sempoyongan. “mungkin aku terlalu kuat melemparnya” fikir ku sambil tertawa kecil.

“Pulangkan dia Darton. Dan—oh ya hapus ingatannya.”

“Tapi dia—”

“Beri saja dia darah.”

“Baik, tuan.”

            Aku berdiri menghampiri jendela kamar. Terlihat hujan yang cukup deras disertai petir dimana–mana. Aku melirik sebuah buku yang terletak diatas meja. Aku menghampiri buku tersebut dan membukanya dengan perlahan. “Demons, Angels, and Human” begitulah yang tertulis dibuku tersebut.

------

            Sebuah rumah megah berdiri dengan kokoh di tengah-tengah hutan yang jauh dari keramaian kota. Hembusan angin malam menusuk tubuhku. Aku tak melihat bulan hari ini. Hujan telah berhenti tapi suara gemuruh petir masih tetap terdengar. Aku melangkah sambil membawa sebuah buku mendekati pintu doble besar yang sudah terlihat tua. Dengan perlahan aku membuka pintu dan memasuki rumah tersebut.

            Aku berjalan melewati lorong dengan karpet merah dan beberapa lukisan yang tergantung di dinding. Beberapa lilin menyala tertempel di samping lukisan-lukisan sepanjang lorong. Langkahku berhenti di salah satu pintu doble yang terbuat dari kayu. Aku menghela nafas, dengan pelan tanganku bergerak mendekati pintu berniat untuk mengetuknya.

Sir Clyde?”

            Tanganku berhenti saat seseorang memanggil namaku. Dengan spontan aku menoleh ke arah suara tersebut. Seorang pria mengenakan tuxedo tersenyum saat melihat wajahku lalu sedikit membungkukkan badannya.

“Sebastian aku…”

“Maafkan aku, Sir. Bagaimana jika kita bicarakan ini di ruangan lain? Karena Tuanku masih butuh istirahat.”

“Baiklah”

            Aku mengikuti langkah Sebastian memasuki ruangan yang tak jauh dari pintu besar tadi. Aku melihat lukisan seorang pria bersayap hitam begitu aku memasuki ruangan itu. Lukisan besar itu tergantung di dinding tepat di atas meja tua dengan tumpukan buku. Penerangan di kamar itu hanya dari lilin-lilin yang tertempel di sisi kamar dan lampu gantung yang juga berisi beberapa lilin.

            “Jadi, apa yang ingin anda tanyakan?” tanya Sebastian seraya menyuruhku duduk di sofa. Aku menunjukkan buku yang aku bawa pada Sebastian lalu duduk. Sebastian menatapku heran. Aku menaruh buku itu diatas meja. Sebastian tersenyum kecil lalu duduk di hadapanku.

“Tolong jelaskan tentang tugasku dan maksudmu memberikan buku itu padaku.”

“Oh.. Kau sudah membacanya?”

            Nada bicara Sebastian tiba-tiba saja berubah. Ia tersenyum sembari menarik buku itu mendekati dirinya. Aku hanya mengangguk.

“Jadi, bagaimana?”

“Apanya?”

“Buku itu.”

“Aneh. Aku tak mengerti. Maksudku, mana mungkin bangsa kita, Demon, bisa sedekat itu dengan—“

            Tiba-tiba saja Sebastian tertawa, membuatku tersentak dan menghentikan omonganku. Tawanya berhenti saat aku terbatuk. Ia menghela nafas, berdiri menghampiri jendela membelakangiku.

“Clyde Lark Von Svertz, apa kau tahu apa yang menyebabkan Emperor menjadi seperti sekarang?”

“Maksud mu perang yang terjadi beberapa abad lalu?”

“Ya. Dan sekarang perang itu akan muncul kembali.”

“Apa maksud mu? Bukankah bangsa kita sudah berdamai dengan bangsa Angel?”

“Itu benar. Tapi ada seseorang yang kami cari waktu itu. Orang ini lah yang menyebabkan perang itu terjadi.”

“Orang yang kau maksud itu.. anak kecil yang sekarang ada bersama Iris?”

            Sebastian terdiam. Ia membalikkan badannya, berjalan mendekati buku yang tergeletak di meja. Ia mengambil buku itu dan menempelkannya di pundakku.

“Jawaban dari semua pertanyaan mu ada di buku ini, Clyde.” Bisik Sebastian. Ia menepuk pundakku dengan buku lalu melepaskannya sembari pergi meninggalkan kamar. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu.

“Oh, satu hal lagi. Kau harus menyelesaikan misi ini jika kau ingin bertemu dengan kakak mu, tuan Clyde Lark Von Svertz.” Kata Sebastian yang lalu meninggalkanku sendirian di kamar ini.

Aku masih duduk di sofa menatap langit-langit kamar. “Angel, huh?” aku menghela nafas, memejamkan mata. Tiba-tiba saja terbayang wajah kakakku sedang tersenyum menatapku. Usia kami berbeda jauh. Aku ingat saat kami berpisah karena Emperor memberi tugas penting padanya. Sejak saat itu aku tak pernah lagi melihatnya. Aku melirik buku yang tergeletak di sampingku.

Journey of I.H” aku membaca judul yang tertulis di bagian depan buku itu. Aku mengernyitkan mataku, membaca tulisan I.H berulang-ulang. Apa itu symbol untuk nama? Pertanyaan itu berputar di kepalaku. “Sialan” gerutuku sembari mengacak-ngacak rambut.

Aku teringat akan perang yang terjadi beberapa abad lalu. Perang antara Angel dan Demon yang telah membuat banyak korban. Termasuk beberapa keluargaku. Saat itu aku masih terlalu muda untuk turun ke dalam perang. Seiring berjalannya waktu hingga aku cukup dewasa perang itu masih berlanjut walaupun tidak sepanas dahulu.

Hingga sekarang para Demon tak ada yang tahu apa penyebab pasti perang itu terjadi. Hanya segelintir orang yang mengetahuinya. Dan mereka adalah Emperor Lucifer, penguasa dunia Demon dan pelayan setianya, Sebastian.

            Aku berdiri, menghampiri jendela besar yang letaknya tak jauh dari tempat ku duduk. Tiba-tiba saja kilat muncul dengan bunyi kencang membuat bayanganku terlihat dari jendela. Aku menatap bayanganku dengan sayap hitam besar yang menempel pada badanku. “Penakut” kataku dalam hati sambil memegang wajahku di jendela.

Komentar