Suara gemuruh kilat membangunkanku
di tengah malam. Aku terdiam sejenak menatap sekeliling. Aku langsung menoleh
saat tangan ku seperti ada yang memeluknya.
“Ada
apa, babe?”
Aku tersenyum dan menggeleng pelan.
Teringat kejadian semalam saat aku bertemu dengan wanita ini, Jen namanya.
Perlahan aku dekati wajahnya, aku menatapnya perlahan menyingkirkan rambut di
telinganya. Aku mencium lehernya lalu menggigitnya. Seketika kedua bola mata ku
langsung berubah menjadi berwarna merah menyala.
Seorang pria berjas hitam yang ku
kenali tiba – tiba saja masuk ke kamar. Ia terlihat tak jijik sama sekali
melihat aku menghisap darah wanita yang ada di depanku tanpa ada sehelai benang
pun di badannya.
“Tuan
Clyde, besok anak perempuan itu sudah tiba di kota.”
Aku tersenyum licik sambil memegangi
tubuh Jen yang mulai terkulai lemas karena aku menghisap darahnya terlalu
banyak. Aku mengelap sisa darah yang masih menempel di ujung mulut ku.
“Apa
anda yakin wanita itu yang tuan cari?”
Aku melirik ke arah Darton. Dapat ku
lihat sekilas ia sedikit tersentak saat melihat warna kedua bola mataku dan
aroma darah yang mengalir dari leher Jen. Darton yang seperti sudah mengerti
langsung membungkuk sambil melirik Jen yang masih terkulai lemas. Aku yang
menyadari lirikan Darton tersenyum dan melempar tubuh Jen pada Darton. Darton
menangkap Jen dengan sempoyongan. “mungkin aku terlalu kuat melemparnya” fikir
ku sambil tertawa kecil.
“Pulangkan
dia Darton. Dan—oh ya hapus ingatannya.”
“Tapi
dia—”
“Beri
saja dia darah.”
“Baik,
tuan.”
Aku berdiri menghampiri jendela
kamar. Terlihat hujan yang cukup deras disertai petir dimana–mana. Aku melirik
sebuah buku yang terletak diatas meja. Aku menghampiri buku tersebut dan
membukanya dengan perlahan. “Demons, Angels, and Human” begitulah yang tertulis
dibuku tersebut.
------
Sebuah rumah megah berdiri dengan
kokoh di tengah-tengah hutan yang jauh dari keramaian kota. Hembusan angin
malam menusuk tubuhku. Aku tak melihat bulan hari ini. Hujan telah berhenti
tapi suara gemuruh petir masih tetap terdengar. Aku melangkah sambil membawa
sebuah buku mendekati pintu doble besar yang sudah terlihat tua. Dengan
perlahan aku membuka pintu dan memasuki rumah tersebut.
Aku berjalan melewati lorong dengan
karpet merah dan beberapa lukisan yang tergantung di dinding. Beberapa lilin menyala
tertempel di samping lukisan-lukisan sepanjang lorong. Langkahku berhenti di
salah satu pintu doble yang terbuat dari kayu. Aku menghela nafas, dengan pelan
tanganku bergerak mendekati pintu berniat untuk mengetuknya.
“Sir Clyde?”
Tanganku berhenti saat seseorang
memanggil namaku. Dengan spontan aku menoleh ke arah suara tersebut. Seorang pria
mengenakan tuxedo tersenyum saat melihat wajahku lalu sedikit membungkukkan
badannya.
“Sebastian
aku…”
“Maafkan
aku, Sir. Bagaimana jika kita
bicarakan ini di ruangan lain? Karena Tuanku masih butuh istirahat.”
“Baiklah”
Aku mengikuti langkah Sebastian
memasuki ruangan yang tak jauh dari pintu besar tadi. Aku melihat lukisan
seorang pria bersayap hitam begitu aku memasuki ruangan itu. Lukisan besar itu
tergantung di dinding tepat di atas meja tua dengan tumpukan buku. Penerangan
di kamar itu hanya dari lilin-lilin yang tertempel di sisi kamar dan lampu
gantung yang juga berisi beberapa lilin.
“Jadi, apa yang ingin anda
tanyakan?” tanya Sebastian seraya menyuruhku duduk di sofa. Aku menunjukkan
buku yang aku bawa pada Sebastian lalu duduk. Sebastian menatapku heran. Aku
menaruh buku itu diatas meja. Sebastian tersenyum kecil lalu duduk di
hadapanku.
“Tolong
jelaskan tentang tugasku dan maksudmu memberikan buku itu padaku.”
“Oh..
Kau sudah membacanya?”
Nada bicara Sebastian tiba-tiba saja
berubah. Ia tersenyum sembari menarik buku itu mendekati dirinya. Aku hanya
mengangguk.
“Jadi,
bagaimana?”
“Apanya?”
“Buku
itu.”
“Aneh.
Aku tak mengerti. Maksudku, mana mungkin bangsa kita, Demon, bisa sedekat itu dengan—“
Tiba-tiba saja Sebastian tertawa,
membuatku tersentak dan menghentikan omonganku. Tawanya berhenti saat aku
terbatuk. Ia menghela nafas, berdiri menghampiri jendela membelakangiku.
“Clyde
Lark Von Svertz, apa kau tahu apa yang menyebabkan Emperor menjadi seperti
sekarang?”
“Maksud
mu perang yang terjadi beberapa abad lalu?”
“Ya.
Dan sekarang perang itu akan muncul kembali.”
“Apa
maksud mu? Bukankah bangsa kita sudah berdamai dengan bangsa Angel?”
“Itu
benar. Tapi ada seseorang yang kami cari waktu itu. Orang ini lah yang
menyebabkan perang itu terjadi.”
“Orang
yang kau maksud itu.. anak kecil yang sekarang ada bersama Iris?”
Sebastian terdiam. Ia membalikkan
badannya, berjalan mendekati buku yang tergeletak di meja. Ia mengambil buku
itu dan menempelkannya di pundakku.
“Jawaban
dari semua pertanyaan mu ada di buku ini, Clyde.” Bisik Sebastian. Ia menepuk
pundakku dengan buku lalu melepaskannya sembari pergi meninggalkan kamar.
Langkahnya terhenti tepat di depan pintu.
“Oh,
satu hal lagi. Kau harus menyelesaikan misi ini jika kau ingin bertemu dengan kakak
mu, tuan Clyde Lark Von Svertz.” Kata Sebastian yang lalu meninggalkanku
sendirian di kamar ini.
Aku
masih duduk di sofa menatap langit-langit kamar. “Angel, huh?” aku menghela nafas, memejamkan mata. Tiba-tiba saja
terbayang wajah kakakku sedang tersenyum menatapku. Usia kami berbeda jauh. Aku
ingat saat kami berpisah karena Emperor memberi tugas penting padanya. Sejak
saat itu aku tak pernah lagi melihatnya. Aku melirik buku yang tergeletak di
sampingku.
“Journey of I.H” aku membaca judul yang
tertulis di bagian depan buku itu. Aku mengernyitkan mataku, membaca tulisan I.H berulang-ulang. Apa itu symbol untuk
nama? Pertanyaan itu berputar di kepalaku. “Sialan” gerutuku sembari
mengacak-ngacak rambut.
Aku
teringat akan perang yang terjadi beberapa abad lalu. Perang antara Angel dan Demon yang telah membuat banyak korban. Termasuk beberapa
keluargaku. Saat itu aku masih terlalu muda untuk turun ke dalam perang. Seiring
berjalannya waktu hingga aku cukup dewasa perang itu masih berlanjut walaupun
tidak sepanas dahulu.
Hingga
sekarang para Demon tak ada yang tahu
apa penyebab pasti perang itu terjadi. Hanya segelintir orang yang
mengetahuinya. Dan mereka adalah Emperor Lucifer, penguasa dunia Demon dan pelayan setianya, Sebastian.
Aku berdiri, menghampiri jendela
besar yang letaknya tak jauh dari tempat ku duduk. Tiba-tiba saja kilat muncul
dengan bunyi kencang membuat bayanganku terlihat dari jendela. Aku menatap
bayanganku dengan sayap hitam besar yang menempel pada badanku. “Penakut”
kataku dalam hati sambil memegang wajahku di jendela.
Komentar
Posting Komentar